Menurut WIPO (World Intellectual
Property Organization) – badan dunia di bawah naungan PBB untuk isu HKI, hak
kekayaan intelektual terbagi atas 2 kategori, yaitu:
1.
Hak
Kekayaan Industri
Kategori
ini mencakup penemuan (paten), merek, desain indus-tri, dan indikasi geografis.
Dari sumber situs WTO, masih ada hak kekayaan intelektual lainnya yang termasuk
dalam kategori ini yaitu rahasia dagang dan desain tata letak sirkuit terpadu.
2.
Hak
Cipta
Hak Cipta
merupakan istilah legal yang menjelaskan suatu hak yang diberikan pada pencipta
atas karya literatur dan artistik mereka. Tujuan utamanya adalah untuk
memberikan perlindungan atas hak cipta dan untuk mendukung serta memberikan
penghargaan atas buah kreativitas.
Industri kreatif adalah industri yang
berlandaskan bakat, keterampilan, dan kreativitas yang berpotensi menigkatkan
kesejahteraan dan terbentuknya lapangan kerja dengan menghasilkan dan
mendayagunakan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Ekonomi kreatif di Indonesia
saat ini memang turut berkontribusi dalam pembangunan ekonomi nasional, namun
pemerintah belum banyak campur tangan dalam perkembangannya.
Berdasarkan data Departemen perdagangan,
kontribusi industri kreatif pada Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional
adalah 4,75% atau sebesar Rp. 104,4 triliyun. Tiga bidang yang menyumbang PDB
nasional terbesar adalah fashion, kerajinan, periklanan. Penyerapan tenaga
kerja dari ekonomi kreatif saat ini adalah sebesar 4,4 juta orang dengan
pertumbuhan 17,6%.
Sub-sektor yang merupakan industri berbasis
kreativitas di Indonesia berdasarkan pemetaan industri kreatif yang telah
dilakukan oleh Departemen Perdagangan Republik Indonesia adalah:
1.
Jasa
Periklanan
2.
Arsitektur
3.
Senirupa
4.
Kerajinan
5.
Desain
6.
Mode
(fashion)
7.
Film
8.
Musik
9.
Seni
Pertunjukan
10.
Penerbitan
11.
Riset dan
Pengembangan
12.
Software
13.
TV dan Radio
14.
Video game
Adapun hak desain industri adalah hak
eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pendesain atas hasil kreasinya
untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya
kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.
Merek
terdiri atas merek dagang dan merek jasa. Merek dagang yaitu merek yang
dipergunakan pada barang yang diperdagangkan, sedangkan merek jasa adalah merek
yang dipergunakan pada jasa yang diperdagangkan. Kedua jenis merek tersebut
dapat digunakan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau
badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang atau jasa-jasa sejenis
lainnya.
Yang
perlu dipahami oleh para pelaku usaha industri kreatif di Indonesia adalah
bagaimana agar karya ciptanya maupun hasil kreasinya mendapat perlindungan
hukum menurut ketentuan Undang-undang tentang Hak Cipta, Undang-undang tentang
Desain Industri dan Undang-undang tentang Merek. Di sisi lain, para pelaku
industri kreatif dalam menjalankan aktifitasnya jangan sampai melanggar
ketentuan ketiga undang-undang tersebut.
Namun
demikian, mengingat tingkat pelanggaran hak cipta di Indonesia cukup tinggi
maka aspek pendaftaran hak cipta patut dilakukan oleh para pencipta agar mempermudah
dalam hal pembuktian manakala terjadi konflik hukum terkait ciptaannya. Berbeda
dengan desain industri, di mana hak desain industri diberikan atas dasar
permohonan. Dengan kata lain, untuk mendapatkan legalitas atas suatu desain
harus didaftarkan terlebih dahulu kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Oleh sebab itu para
desainer wajib untuk mendaftarkan desainnya agar terlindungi secara hukum
manakala ada pihak lain yang menirunya.
Proses
didaftarkan sudah rentan pembajakan, sementara itu setelah sertifikat keluar,
desain tersebut sudah tidak up to date lagi sehingga sudah tidak mempunyai
nilai ekonomis untuk diproduksi. Hal seperti inilah yang menyebabkan para
desainer malas untuk mendaftarkan desainnya.
HAKI sudah diterapkan di Indonesia namun
belum banyak usaha yang didaftarkan karena masih banyak masyarakat yang belum
tahu mengenai HAKI. Karena ketidaktahuannya, sehingga pembajakan, plagiat, dan
pelanggaran HAKI terus marak. Selain sosialisasinya lemah, masih sedikit
penegak hukum yang memahami masalah HaKI.
Upaya yang ditempuh oleh Indonesia
salah satunya adalah dengan menugaskan Bea Cukai untuk mulai melakukan
pengawasan terhadap pelanggaran hak cipta pada barang yang masuk Indonesia.
Meski begitu, harus diakui bahwa masih banyak perangkat hukum Indonesia yang
tertinggal dalam perkembangan teknologi informasi. Akibat pemalsuan dan
pelanggaran hak cipta, kerugian yang dialami mencapai 1 triliun US Dolar serta
hilangnya kesempatan kerja bagi 2 juta orang.
Sumber
:
http://hbagasena.wordpress.com/2014/04/10/perkembangan-haki-di-industri-kreatif-indonesia/
http://awiddiya.blogspot.com/2014/04/perkembangan-haki-dalam-industri.html
http://cahyadrajat.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar