Hubungan Pengangguran
dengan Inflasi
Menurut
J.M Keyness, hubungan antara variabel moneter dengan variabel ekonomi riil
sangat kuat. Model klasik menyatakan bahwa harga termasuk upah ditentukan oleh
mekanisme pasar dan penyesuaian upah nomial tidak ada pada periode tertentu. Model
Keynessian menyatakan bahwa ada kemungkinan kuantitas penawaran dan permintaan
tenaga kerja tidak sama dan kemungkinan yang sering terjadi adalah kelebihan
penawaran tenaga kerja. Hubungan antara tingkat harga dengan tingkat
pengangguran tenaga kerja dijelaskan oleh Kurva Phillips yang menyatakan bahwa
tingkat upah nominal pada periode tertentu dapat dijelaskan oleh tingkat
pengangguran sekarang (Manurung,2009:223).
Dari
definisi ini, ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah
terjadi inflasi (Rahardja dan Manurung,2008:249):
a.
Kenaikan
harga
b.
Bersifat
umum
c.
Berlangsung
terus menerus
Sedangkan
pengertian dari pengangguran yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik, antara
lain pengangguran terbuka (open unemployment) didasarkan pada konsep seluruh
angkatan yang mencari pekerjaan, baik yang mencari pekerjaan pertama kali atau
yang pernah bekerja sebelumnya. Sedangkan setengah penganggur adalah pekerja
yang masih mencari pekerjaan penuh atau sambilan dan mereka yang bekerja dengan
jam kerja rendah atau kurang dari 35 jam kerja dalam seminggu, setengah
penganggur sukarela adalah setengah penganggur tapi tidak mencari pekerjaan
atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain (pekerja paruh waktu). Setengah
penganggur terpaksa adalah setengah penganggur yang mencari dan bersedia
menerima pekerjaan. Pekerja digolongkan setengah penganggur parah bila ia
termasuk setengah menganggur dengan jam kerja kurang dari 25 jam seminggu
(Kuncoro,2006:228).
Tingkat
pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran
dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan
menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang
menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang
berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap
penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat
menyebabkan kekacauan politik
keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.
Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara
berkembang seperti Indonesia,
dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang
semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh banyak
orang.
Pada
tahun 1958, pada dasawarsa dimana para pemikir ekonomi sedang ramai-ramainya
bertukar pikiran mengenai teori inflasi, A.W. Phillips berhasil menemukan
hubungan yang erat antara tingkat pengangguran dengan tingkat perubahan upah
nominal. Penemunannya ini diperolehnya dari hasil pengolahan data empirik
perekonomian inggris untuk periode 1861-1957. Kurva phillips yang menghubungkan
persentase perubahan tingkat upah nominal dengan tingkat pengangguran seperti
diuraikan di atas biasa disebut dengan kurva phillips dalam bentuk asli. Di
samping itu, ada juga kurva phillips dalam bentuk versi baru yang biasa disebut
dengan kurva phillips yang sudah direvisi yang digunakan untuk mengukur tingkat
inflasi).
Berbagai
definisi tentang inflasi telah dikemukakan oleh para ahli. Nanga (2001: 237)
menyatakan bahwa Inflasi adalah suatu gejala di mana tingkat harga umum
mengalami kenaikan secara terus-menerus. Kenaikan tingkat harga umum yang
terjadi sekali waktu saja tidaklah dapat dikatakan sebagai inflasi. Menurut
Rahardja (1997: 32) Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk
meningkat secara umum dan terus-menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua
barang saja tidak disebut inflasi, tetapi jika kenaikan meluas kepada sebagian
besar harga barang-barang maka hal ini disebut inflasi.
Kesimpulan
Berdasarkan
dari pembahasan sebelumnya dapat ditarik Kesimpulan, bahwa Inflasi menunjukan
tingkat kenaikan harga, sedangkan Pengangguran adalah kesempatan yang timpang
yang terjadi antara angkatan kerja dan kesempatan kerja sehingga sebagian
angkatan kerja tidak dapat melakukan kegiatan kerja.
Inflasi
mempunyai keterkaitan terhadap Pengangguran. Tingkat Pengangguran yang rendah
akan menimbulkan masalah Inflasi, sebaliknya bila tingkat Pengangguran tinggi
tingkat harga-harga relatif stabil.
Selain
itu, melemahnya daya beli masyarakat akibat kenaikan harga barang (Inflasi),
berakibat pada lemahnya investasi pula, dan akhirnya berdampak pada menambahnya
Pengangguran karena tidak adanya kesempatan kerja.
Sumber :
http://dwi-oki.blogspot.com/2012/04/hubungan-antara-pengangguran-dengan.html
http://febryanaptksr.wordpress.com/2013/03/30/makalah-tentang-pengangguran-dan-inflasi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar