Rabu, 12 Juni 2013

Hubungan Pengangguran dengan Inflasi

Hubungan Pengangguran dengan Inflasi

Menurut J.M Keyness, hubungan antara variabel moneter dengan variabel ekonomi riil sangat kuat. Model klasik menyatakan bahwa harga termasuk upah ditentukan oleh mekanisme pasar dan penyesuaian upah nomial tidak ada pada periode tertentu. Model Keynessian menyatakan bahwa ada kemungkinan kuantitas penawaran dan permintaan tenaga kerja tidak sama dan kemungkinan yang sering terjadi adalah kelebihan penawaran tenaga kerja. Hubungan antara tingkat harga dengan tingkat pengangguran tenaga kerja dijelaskan oleh Kurva Phillips yang menyatakan bahwa tingkat upah nominal pada periode tertentu dapat dijelaskan oleh tingkat pengangguran sekarang (Manurung,2009:223).
Dari definisi ini, ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi (Rahardja dan Manurung,2008:249):
a.       Kenaikan harga
b.      Bersifat umum
c.       Berlangsung terus menerus
Sedangkan pengertian dari pengangguran yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik, antara lain pengangguran terbuka (open unemployment) didasarkan pada konsep seluruh angkatan yang mencari pekerjaan, baik yang mencari pekerjaan pertama kali atau yang pernah bekerja sebelumnya. Sedangkan setengah penganggur adalah pekerja yang masih mencari pekerjaan penuh atau sambilan dan mereka yang bekerja dengan jam kerja rendah atau kurang dari 35 jam kerja dalam seminggu, setengah penganggur sukarela adalah setengah penganggur tapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain (pekerja paruh waktu). Setengah penganggur terpaksa adalah setengah penganggur yang mencari dan bersedia menerima pekerjaan. Pekerja digolongkan setengah penganggur parah bila ia termasuk setengah menganggur dengan jam kerja kurang dari 25 jam seminggu (Kuncoro,2006:228).
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh banyak orang.
Pada tahun 1958, pada dasawarsa dimana para pemikir ekonomi sedang ramai-ramainya bertukar pikiran mengenai teori inflasi, A.W. Phillips berhasil menemukan hubungan yang erat antara tingkat pengangguran dengan tingkat perubahan upah nominal. Penemunannya ini diperolehnya dari hasil pengolahan data empirik perekonomian inggris untuk periode 1861-1957. Kurva phillips yang menghubungkan persentase perubahan tingkat upah nominal dengan tingkat pengangguran seperti diuraikan di atas biasa disebut dengan kurva phillips dalam bentuk asli. Di samping itu, ada juga kurva phillips dalam bentuk versi baru yang biasa disebut dengan kurva phillips yang sudah direvisi yang digunakan untuk mengukur tingkat inflasi).
Berbagai definisi tentang inflasi telah dikemukakan oleh para ahli. Nanga (2001: 237) menyatakan bahwa Inflasi adalah suatu gejala di mana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara terus-menerus. Kenaikan tingkat harga umum yang terjadi sekali waktu saja tidaklah dapat dikatakan sebagai inflasi. Menurut Rahardja (1997: 32) Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus-menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, tetapi jika kenaikan meluas kepada sebagian besar harga barang-barang maka hal ini disebut inflasi.

Kesimpulan
Berdasarkan dari pembahasan sebelumnya dapat ditarik Kesimpulan, bahwa Inflasi menunjukan tingkat kenaikan harga, sedangkan Pengangguran adalah kesempatan yang timpang yang terjadi antara angkatan kerja dan kesempatan kerja sehingga sebagian angkatan kerja tidak dapat melakukan kegiatan kerja.
Inflasi mempunyai keterkaitan terhadap Pengangguran. Tingkat Pengangguran yang rendah akan menimbulkan masalah Inflasi, sebaliknya bila tingkat Pengangguran tinggi tingkat harga-harga relatif stabil.
Selain itu, melemahnya daya beli masyarakat akibat kenaikan harga barang (Inflasi), berakibat pada lemahnya investasi pula, dan akhirnya berdampak pada menambahnya Pengangguran karena tidak adanya kesempatan kerja.

Sumber :
http://dwi-oki.blogspot.com/2012/04/hubungan-antara-pengangguran-dengan.html
http://febryanaptksr.wordpress.com/2013/03/30/makalah-tentang-pengangguran-dan-inflasi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar